Saturday, November 29, 2008

Nonton Bareng "Laskar Pelangi"

Sebenarnya yang menarik bukan filmnya, tapi kali ini adalah tempatnya. Ya nonton bareng kali ini, yang diikuti oleh sebagian guru dan karyawan Medco Foundation beserta dengan keluarganya, disewakan sebuah studio film yang cukup bergengsi yaitu Blitz Megaplex. Sebuah gedung film yang berada di lantai 8 Grand Indonesia di jantung kota Jakarta, tepatnya di bekas bangunan Hotel Indonesia.

Pada kesempatan tersebut hadir pembina Medco Foundation Ibu Yani Yuhani Rodyat Panigoro yang juga komisaris Medco Groups.


Acara nonton bareng kali ini memang beda karena tidak dilakukan bersama-sama dengan penonton lainnya, tetapi menyewa salah satu studio megaplex. Sehingga pada hari Sabtu, 29 November 2008 tersebut, nonton bareng dilaksanakan pada pukul 09.30 sd 11.00 Wib.


Kalau saya sendiri sebetulnya sudah nonton film Laskar Pelangi ini dua kali. Yang pertama di Atrium 21 Senen, terus di 21 Cilandak Town Square (CITOS). Yang terakhir ini juga merupakan acara nonton bersama dengan teman-teman sekolah Avicenna.


Tapi anak dan istri belum sempat nontong, jadinya ya klop banget. Acara nonton bareng Medco Foundation rasanya menjadi acara yang pas. Moga-moga aja acara seperti ini akan terus dilakukan. Dalam rangka menambah wawasan, juga mengakrabkan diantara sesama guru dan karyawan.

Thursday, November 27, 2008

Ke Tanah Tingal


Hari Rabu, 26 November 2008, pergi ke tanah tingal di Ciputat, Tangerang Prop.Banten. Naik truk yang biasa untuk membawa pasukan tentara (PPRC) dari salah satu kesatuan yang bermarkas di Cijantung. Perjalanan sekitar satu jam dari Tanjung Barat. Diiringi gerimis rintik-rintik, perjalanan cukup mengasyikan dan sejam kemudian sampai di tempat acara.


Tanah Tingal, adalah sebuah tempat seluas kurang lebih 13 ha, yang dimiliki oleh Keluarga Budiharjo (mantan Dubes dan menteri penerangan pada masa Orde Baru. Tempat ini biasa digunakan untuk acara-acara outing maupun outbond. Tersedia lapangan untuk mendirikan tenda,ruang pertemuan, kolam renang, dapur, mushala dan bangunan untuk kamar besar ber AC yang berisi puluhan ranjang susun untuk menampung banyak peserta. Kegiatan yang dilakukan diantaranya Witegame, flying fox, jalan-jalan santai, rapat, dsb. Tempatnya alami karena tanah terbukja tersebut banyak ditanami pohon-pohon besar seperti beringin dan juga tanaman-tanaman semacam anthurium di dalam pot-pot.


Kami membuat acara untuk anak-anak SD dengan jumlah siswa sekitar 300 anak dari kelas I sd 6. Untuk kelas 1 sd 3, acara dilakukan dari pagi sampai siang, sementara untuk kelas 4 sd 6 acara berlangsung dari siang sampai malam. Kami menginap semalam di sana. Pada saat acara, kami sempat ditemui oleh pemilik tempat yaitu Ibu Budiarjo yang sudah berumur 80 tahun.

Mempunyai putra 6, banyak cucu, dan sudah punya cicit.


Acara berlangsung dengan baik, hanya sayang selama kegiatan selelu saja diiringi hujan rintik-rintik. Sehingga rencana untuk tidur di tenda tentarapun batal karena alas tempat tidurnya basah. Akhirnya kami banyak yang pindah tidur di kamar yang besar tadi. Pulang ke Tanjung Barat sekitar jam 10 siang, jam 14.00 menuju sroto langganan Pak Irsyad di Jl.Dewi Sartika (depan sekolah Marsudirini). Makan satu mangkok yang isinya cukup banyak dan mengenyangkan banget. Dagingnya banyak dan kuahnya buket banget. Pulangnya juga dibawain satu porsi sroto sokaraja yang. Begitu mau bayar, Pak Irsyad menolak. Wis ora usah bayar,,,,nggo olih2 bojomu kon melu ngrasakna enake sroto Sokaraja Pak Irsyad. Dadi ora jere-jere maning.






Monday, November 24, 2008

Jakarta Teacher Club XII

Kemarin, Hari Rabu, 5 November 2008 sekitar pukul 13.00 sd 17.00 saya berkesempatan menimba ilmu dengan mengikuti pertemuan Teacher Club XVII Jakarta yang diadakan di Flamboyan Room Lt.6 Gedung Jakarta Design Center (JDC), Jl. S.Parman Kav.53-54, Slipi, Jakarta Barat. Acara diikuti oleh sekitar 300 orang perwakilan dari berbagai sekolah baik negeri maupun swasta, lembaga2 riset pendidikan, pemerhati serta praktisi pendidikan se Jabodetabek.
Sekedar diketahui, Teacher Club Jakarta adalah sebuah forum pendidikan yang secara periodik diselenggarakan bagi guru, pemerhati, dan praktisi pendidikan untuk belajar, berbagi pengalaman, dan tumbuh bersama dengan sebuah maksud memberikan pembelajaran bermutu.
Kali ini, diundang sebagai narasumber untuk berbagi pengalaman adalah :
Mr.Oene Schreuder, M.Ed , (54 th),Education Consultant kelahiran Belanda yang menjadi dosen tamu di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) Bonifasius Fian Falopi, (25 th), Education Consultant, yang pernah mengajar di SMA Marangkayu di pedalam Kalimantan, dan
Octavia Wuri Pratiwi, (23 th) seorang pengajar di Taman Bermain / Sekolah gratis bagi anak-anak tidak mampu di daerah Cinere, Depok.

Tema yang diusung kali ini adalah "Menuju Sekolah Berkualitas" seri ke 6 "Involving Community To Enhance Learning Quality"Narasumber yang berbagi pengalaman pertama adalah Bonifasius Fian Falopi, yang pernah mengajar di SMA Marangkayu di pedalaman Kalimantan. Sambil memperlihatkan foto-foto keadaan di sana, Fian menceritakan bagaimana keadaan murid, guru, dan masyarakat di sana. Guru dan murid harus berjalan kaki atau naik sepeda motor di atas jalan yang beraspal meleleh, sebutan untuk jalan yang masih asli tanah sehingga bila hujan maka jalananan bisa berubah menjadi sungai atau jalan berlumpur yang dalam.

Jadi betapa kondisi daerah menjadi kendala bagi terlaksananya proses belajar mengajar yang baik. Guru dan murid yang sering terlambat datang ke sekolah, dsb menjadi kendala yang banyak dihadapi. Tapi bagi Fian, ini merupakan tantangan yang harus dihadapi. Dia bisa merubah dengan mengajak guru-guru yang lainnya dan murid-muridnya bersemangat pergi ke sekolah. Caranya adalah dengan membuat mereka menjadi bagian dari masyarakat sekitar, merasa berguna bagi masyarakat sekitar. Maka dengan beberapa kali pertemuan dengan tokoh masyarakat setempat dan juga camat akhirnya masyarakat, pihak sekolah, dan pemerintah daerah setempat bahu-membahu mengeraskan jalan yang berlumpur. Juga murid-murid biasa dikerahkan untuk membersihkan pasar satu-satunya di daerah tsb yang biasanya kotor dan kumuh, juga mengajak guru yang lainnya dan murid-murid untuk menanam pohon-pohon buah dan tanaman hias di sekitar sekolah mereka. Hal ini rupanya juga merambah ke praktek toleransi beragama, di mana semua anak, tidak melihat latar belakang agamanya, terbiasa membersihkan tempat-tempat ibadah yang ada di sekitar sekolah mereka, baik masjid maupun gereja. Intinya adalah jadikan sekolah disamping sebagai tempat belajar, juga dapat menjadi tempat mengabdi kepada masyarakat sekitar. Sekolah menjadi School Social Responsibility.
Pembicara yang ke dua adalah Octavia Wuri Pratiwi, seorang gadis berusia 23 tahun, yang masih sangat muda yang beralamat di Meruyung, Depok (alamat lengkapnya saya simpan). Dia tidak mau menyebut tempatnya mengajar sebagai sekolah, tapi cukup disebut Taman Bermain. Ya, dia juga membawa foto2 tempat dia mengajar dan anak-anaknya. Tempatnya sangat sederhana. Di atas atap sekolah yang berupa asbes ada pohon nangka (kethewel) yang bila sudah masak lalu jatuh, maka menimpa atap sekolah dan bolong. Maka kalau sedang musim hujan, anak-anak yang masih usia TK/SD itu harus dipulangkan lebih awal karena gedung tempat bersekolahnya bocor. Sebenarnya kalau melihat fotonya si tidak pantas disebut gedung ya. Ya hanya semacam garasi mobil atau becak di kampung. Tapi Octavia Wuri Pratiwi tetap bersemangat untuk mengajar anak-anak dari golongan tidak mampu tersebut dengan gratis tanpa membayar sedikitpun. Ya rupanya masih ada juga relawan yang mulia seperti dia, ada tidak jauh dari kota Jakarta.

Oktavia juga berhasil menggerakkan dan memberdayakan masyarakat setempat, khususnya kaum wanita, untuk ikut menjadi tutor atau guru di sekolah tersebut. Ketika ditanya peserta yang lain, apa mereka mau, tidak mendapat imbalan? Ya mereka mau saja, karena disamping senang dapat memberikan ilmu kepada anak-anak kurang mampu, mereka juga sekaligus belajar menjadi guru/pendidik. Siapa tahu, suatu saat mereka juga bisa mengajar di sekolah yang lain yang mendapatkan imbalan. Sederhana. Tapi sangat mulia.
Pembicara yang terakhir adalah Mr.Oene Schreuder, M.Ed atau yang akrab dipanggil Pak Une. Lelaki umur 54 tahun yang asli Belanda ini rupanya lumayan fasih berbahasa Inggris dan juga Indonesia. Maka diapun membagi pengalamannya memakai dua bahasa itu berselang-seling. Sangat lancar jika memakai bahasa Inggris, tapi agak kagok jika memakai bahasa Indonesia. Tapi mungkin dia tahu, banyak di antara peserta yang kurang mengerti/bisa berbahasa Inggris, sehingga Beliau sering berusaha untuk menggunakan bahasa Indonesia, walaupun sedikit kagok. Ya namanya lidah Belanda.

Mr. Une banyak memaparkan kondisi pendidikan di Indonesia. Beliau lebih banyak menyoroti faktor-faktor mikro yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia. Meskipun sesekali juga dipancing oleh pertanyaan peserta hal-hal makro seperti halnya kurikulum, kebijakan pemerintah, dsb. Mr Une membawakan tema `The Parents' role in Education.
Menurut observasinya, gambaran fenomena pendidikan di masa sekarang adalah sebagai berikut:
* Artikel: "Sinetron kalahkan jam belajar masyarakat"
60% gedung sekolah di Indonesia dalam keadaan rusak ringan sampai roboh, berbahaya.
45 persen dari sekolah SD di Jawa belum punya listrik
Angka "Drop Out" atau "putus sekolah" tidak menunjukkan grafik menurun
Ancaman anak-anak lari ke Narkoba, karena tidak dapat pendidikan yang menyenangkan, hanya ada pendekatan teoritis
Frekuensi dan modus perkelahian pelajar makin mencemaskan (Geng Nero, dsb)
Prestasi (bukan angka kelulusan ) UAN makin menurun dan perlu ada konversi nilai
Menurut research FIP UNY : 42% anak SD mempunyai "kesulitan belajar" (bukan "learning disability'!)
Kepandaian matematika ada di urutan ke 38 dari 40 negara yang disurvey, berdasarkan catatan dari pengawas pendidikan dari Australia.
Ada banyak anak SMA yang tak berhasil untuk menjawab operasi perhitungan yang simple, atau tidak mampu menulis paragraph yang logis; siswa SMA tidak mampu mengidentifikasi gagasan pokok sebuah paragraph.
Konversasi sederhana dalam bahasa Inggris jadi "momok", walaupun tingkat kesulitan teori grammar di metode-metode SMP sudah mendekati tingkat universitas.
Orang tua semakin diberatkan dengan kompetisi sekolah favorit, bimbingan belajar yang mahal yang diperlukan untuk mempersiapkan anak muridnya.
Kurikulum semakin padat dan `maju' dari tingkat atas ke bawah; contoh kelas 3 SD IPS-Ekonomi, Kelas 1 SD IPS ; tes.
Penyelidikan menunjukkan bahwa anak Indonesia berkurang 10% di tes IQ di banding standar internasional, karena pola gizi kurang dan buruk.

Pasti kita cari sebab-sebab, dan secara spontan kita akan mengatakan bahwa penyebab utama rendahnya kualitas pendidikan adalah kurangnya DANA. Terus : jumlah murid di kelas terlalu banyak, gaji guru masih kurang mencukupi untuk hidup, kesadaran/pertanggungjawaban dari pihak orang tua belum cukup. Masih sering kita mendengar : "Saya memasrahkan saja anakku kepada pihak sekolah, asal dia lulus dan dapat ijasah".
Semua fakta ini dapat membuat kita pesimis dan pusing sampai kita tidak mau lagi memikirkan langkah-langkah untuk perubahan/perbaikan yang dibutuhkan

Tapi di dalam masalah2 ada peluang juga:ada kesempatan untuk bersinergi dengan semua pihak yang punya kaitan dengan pendidikan seperti: Staf Sekolah, Orang Tua Muris, Komite Sekolah, Masyarakat di sekitar sekolah, Dinas-Dinas, LSM-LSM, Perusahaan-Perusahaan.
Dengan upaya untuk mengatasi kekurangan, memperbaiki kondisi fisik sekolah, dan, last but not least:yang sangat diharapkan yaitu:membuka diskusi untuk inovasi pendidikan dan menerima masukan2 dan bantuan dari pihak luar sekolah.
Ini berarti, kita berangkat dari sisi optimis:sikap ini ditunjukkan oleh orang-orang yang masih mampu melihat titik terang dalam terowongan gelap dunia pendidikan kita.

Ungkapan bijak yang selalu mereka pegang adalah: "every cloud has a silver lining"
Kalau kita menonton film seperti "Laskar Pelangi", kita bisa mengambil hikmah dari cerita itu:"jangan pernah menyerah" dan : " kita di dunia ini hidup untuk memberikan sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya".
Pendidikan adalah peran kunci yang sangat penting untuk membangkitkan bangsa kita.
Contohnya: setelah Perang Dunia II Negara Jerman hancur total, tapi mereka bisa bangkit cepat dalam kurun waktu 15 tahun mereka sudah pulih, sebagai Negara yang paling maju di dunia (`Wirtschaftswunder')

Dan ini bukan karena surplus SDA atau SDM, justru tidak. Jerman bangkit karena pengetahuan/ilmu yang sudah tinggi sebelum perang, tidak hilang.
Kita lihat contoh-contoh lain seperti ini: semua Negara di era dan daerah post komunisme yang punya pendidikan berkualitas dapat berkembang dan bersaing di dunia global, walaupun start mereka dari titik nol. Ceko, Polandia, Hongaria,Rusia.
Contoh yang lain adalah Finlandia dan Jepang. Waktu Kaisar Hirohito menyaksikan kehancuran negaranya setelah bom atom, dia berkata: "Masih ada berapa orang guru yang hidup?" Beliau menyadari betul kepentingan pendidikan.

Mari, kita mulai menyibak tirai masa depan bangsa ini melalui pendidikan!
Mari kita buka pintu sekolah untuk seluruh pihak yang terkait dengan pendidikan!
Jangan menyerah sebelumnya, karena usaha-usaha yang disebut di bawah ini tidak membutuhkan dana besar, hanya semangat dari orang yang memperdulikan pendidikan!!
· Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk meningkatkan kualitas pembelajaran?
Suport untuk anak-anak di rumah, terutama:
Berilah perhatian dengan bertanya tentang belajarnya anak di sekolah, sosialisasi dengan teman kelas, perasaan-perasaan anaknya.
Perhatikan pola gizi.
Perhatikan kesehatan, ritme seharian (aktivitas-tidur)
Beri ruang yang kondusif untuk belajar di rumah
Perhatikan, jangan terlalu banyak nonton TV dan main PS
Beri masukan untuk bermain, hobi, dan berekreasi yang sehat
Kurangi paksaan untuk mengikuti sekolah, kursus, les di luar jam sekolah
Tumbuhkan minat baca di dalam diri anak.
Beri support untuk mengerjakan PR; tapi PR adalah tanggung jawab anak.
Doronglah agar anak selalu pergi ke sekolah.
Jika anak mengadu tentang guru dan temannya, cek dulu kebenarannya.
Pertimbangkan yang matang untuk ikut bimbel/les
Pertimbangkan dengan baik tentang "kematangan anak TK yang mau masuk SD, karena dapat mempengaruhi kemajuan anak di sekolah SD selanjutnya.
· Relasi langsung dari Orang Tua murid dengan Guru, Kepala Sekolah, (Selain Lewat Komite Sekolah)
Hubungan baik, interest, dan support dari orang tua
Komunikasi secara rutin dengan wali kelas mengenai : perilaku, kemajuan, atau problem anaknya sendiri.
Adakan "Home Visit" dari wali kelas ke murid
Pertemuan regular antara guru-guru dan semua OT-murid untuk membahas program belajar sekolah dan untuk mengevaluasi prosesnya.
Adakan acara "open house" untuk OT (pentas seni budaya, agama, olah raga bersama, dll)
Beri kesempatan buat OT untuk berpartisipasi/bantu sekolah di kegiatan-kegiatan tertentu: missal, Bantu kelompok anak dengan kesulitan belajar, reading programme/perpustakaan, kegiatan ekskul, membantu TU, administrasi sekolah.
Ini semua adalah pemaparan yang disampaikan oleh Mr.Une dengan sedikit kesulitan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi kita dapat sangat jelas menangkap filosofi dan ilmu yang diberikan olehnya. Maka secara tulus ikhlas dan dengan kerendahan hati saya pun menyalami dan mengucapkan terima kasih kepada beliau.